Bupati Malinau, Wempi W. Mawa terima gelar kehormatan dari Adat Dayak Lundayeh
MALINAU – Di tengah gegap gempita kemajuan zaman, masyarakat Dayak Lundayeh di pedalaman Kabupaten Malinau, Kaltara, masih memegang erat satu tradisi yang sarat nilai dan simbolisme Ngikut Fadan Liu Burung Ame Ku Radca Bawang.
Tradisi ini bukan sekadar upacara adat, melainkan wujud penghormatan pada alam, leluhur, dan keseimbangan hidup yang diwariskan turun-temurun sejak ratusan tahun silam.
Dalam bahasa Lundayeh, Ngikut Fadan Liu Burung Ame Ku Radca Bawang dapat dimaknai sebagai ‘mengikuti petunjuk dan tanda-tanda yang diturunkan oleh leluhur melalui alam dan kehidupan’.
Bagi masyarakat Lundayeh, burung dianggap sebagai pembawa pesan dari dunia roh, sedangkan radca bawang merujuk pada petuah bijak yang menjadi pedoman moral dan sosial komunitas adat.
Biasanya, prosesi adat ini dilakukan dalam momen penting seperti upacara adat besar, pernikahan, pesta panen hingga enyambutan tamu kehormatan.
Tidak hanya itu, prosesi adat ini kerap juga ditunjukan pada pesta budaya seperti Irau ke-11, sekaligus perayaan HUT Kabupaten Malinau ke-26 yang saat ini sedang berlangsung.
Di tengah iringan tarian tradisional, lantunan nyanyian leluhur, dan tabuhan gong, para tetua adat akan membaca tanda-tanda alam seperti arah terbang burung atau fenomena di sekitar kampung yang dipercaya menjadi pesan spiritual untuk menentukan langkah terbaik bagi masyarakat.
Lebih dari sekadar ritual, Ngikut Fadan Liu Burung Ame Ku Radca Bawang mengandung pesan mendalam tentang ketaatan pada adat, keharmonisan dengan alam, dan pentingnya kebersamaan.
Nilai-nilai ini menjadi pegangan kuat bagi masyarakat Lundayeh dalam menjaga keseimbangan hidup, serta menjadi fondasi moral dalam menghadapi perubahan zaman.
Kini, tradisi tersebut tak hanya menjadi bagian dari kehidupan adat, tetapi juga menjadi warisan budaya yang terus dilestarikan melalui kegiatan seperti Festival Irau Kabupaten Malinau.
Dalam perayaan itu, masyarakat Lundayeh menampilkan kembali prosesi ini sebagai pengingat akan akar budaya dan identitas mereka yang kaya makna.
“Melalui tradisi ini, kami ingin menunjukkan bahwa adat bukan sekadar masa lalu, tapi juga panduan hidup masa kini,” ujar salah satu tetua adat Lundayeh.
Bagi mereka, Ngikut Fadan Liu Burung Ame Ku Radca Bawang adalah cermin dari filosofi hidup sederhana, penuh rasa hormat, dan selaras dengan alam nilai-nilai yang menjadi kekuatan utama masyarakat Lundayeh hingga hari ini.
Bupati Malinau, Wempi W. Mawa, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan apresiasi dan kebanggaannya terhadap pelestarian budaya masyarakat adat.
“Tradisi seperti ini adalah warisan luhur yang menjadi identitas Kabupaten Malinau. Pemerintah daerah berkomitmen untuk terus mendukung pelestarian adat dan budaya Dayak sebagai kekayaan tak ternilai,” ujar Wempi dalam sambutannya.
Usia membacakan sambutan, Bupati Malinau, Wempi mendapatkan gelar adat yakni Fadan Liu Burung, dari tokoh Adat Dayak Lundayeh, sedangkan sang istri menerima gelar kehormatan Ferit Nan Takung. (*/Red/Dia/Im)