Hukum dan Kriminal

Mengaku Diskriminasi, Rival H. Maksum Akhirnya Buka Data Kasus Sengketa Lahan

Dialektik, TARAKAN – Kasus sengketa lahan antar H. Maksum dan pihak terkait lainnya terus bergulir, di mana kasusnya kini telah masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Kelas II Tarakan.

Dalam perkara ini, H. Maksum ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi terdakwa atas dugaan kasus pemalsuan dokumen atas tanah yang diklaim miliknya.

Untuk diketahui, kasus ini sempat viral diberbagai platform media sosial (medsos), lantaran pihak H. Maksum merasa di diskriminasi dengan tuduhan pemalsuan dokumen.

Tidak hanya itu, pihak H. Maksum dan keluarga juga merasa telah diteror dan mengklaim diintimidasi dengan adanya permasalahan sengketa lahan tersebut.

Alhasil, banyak warga net yang merasa iba dengan kondisi H. Maksum, terlebih lagi kondisinya yang sudah lanjut usia dan seorang imam masjid.

Merasa geram dengan pemberitaan yang menjadi bola liar saat ini di medsos, rival dari H. Maksum akhirnya angkat bicara terkait permasalahan yang sebenarnya.

Dengan membawa sejumlah bukti dan dokumen, H. Nurdin bersama rekannya yakni Supadi mengungkapkan, kasus ini memang bermula dari sengketa lahan yang diklaim oleh H. Maksum.

Namun lanjutnya, apa yang dituduhkan oleh H. Maksum tidak berdasar dan tidak sesuai dengan dokumen kepemilikan lahan yang dimilikinya.

“Betul ada lahannya, tapi tidak masuk dalam lokasi yang kami kerjakan sesuai data yang ada, jadi kami tidak pernah menggarap apalagi sampai menyerobot lahan H. Maksum,” sebut H. Nurdin, Rabu (20/08/2025).

“Kami juga punya data dan dokumen, bahkan telah diukur oleh dinas terkait dengan disaksikan banyak orang, hasilnya lahan H. Maksum itu tidak masuk di lahan yang kami garap,” tambahnya.

H. Nurdin menyebutkan, lahan yang diklaim H. Maksum itu pada dasarnya dimiliki lebih dari satu orang dan kini telah dibeli oleh perusahaan untuk pembangunan mes.

“Di lahan yang di klaim itu bukan cuma punya saya, tapi milik beberapa orang yang kemudian dijadikan satu sesuai kebutuhan perusahaan yang membeli,” sebutnya.

“Kebetulan dalam proses jual belinya saya yang dikuasakan, jadi semua tanah yang sudah dibeli perusahaan itu jauh dari tanah milik H. Maksum sesuai surat miliknya,” tambah H. Nurdin.

sebelum kasus ini berujung pelaporan, H. Nurdin menegaskan, pihaknya dan H. Maksum telah melakukan berbagai upaya menjelaskan bahwa batas tanah miliknya masih jauh dari yang telah dibeli perusahaan.

Bahkan, lanjutnya, beberapakali dilakukan mediasi tanpa hasil, hingga pengukuran ulang telah dilakukan oleh Dinas Pertanahan di mana H. Maksum sendiri yang menentukan sendiri titik koordinatnya.

“Kan aneh, dia yang ikut ngukur dan menentukan titiknya, tapi begitu hasil pengukuran dari Dinas Pertanahan keluar malah tidak mengaku, malah mengaku tanahnya masuk di perusahaan,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, karena tidak puas dengan hasil pengukuran lahan, dikatakan H. Nurdin, pihak H. Maksum dan pengacaranya itu justru melaporkan masalah ini ke Polres Tarakan atas dugaan kasus pidana.

“Karena tidak ada titik temu, pihaknya H. Maksum dan pengacaranya melaporkan kami ke Polres Tarakan dengan kasus pidana, tapi laporannya dihentikan karena tidak memenuhi unsur,” sebutnya.

Sementara itu, Supadi menambahkan, lahan yang diklaim H. Maksum itu dimiliki beberapa orang yaitu Hendro dan Naryo yang dibeli dari Sumiyati ahli waris dari Almarhum Sino.

Pada Oktober 2010, lahan yang sempat diklaim H. Maksum itu mendapatkan izin tambang Galian C dari dinas terkait di Pemerintahan Kota Tarakan dan langsung mulai dilakukan pengerjaan.

Yang mana diungkapkan Supadi, hasil dari material Galian C itu diperuntukan melakukan penimbunan lahan yang berlokasi di Bandara Juwata Tarakan.

“Kalau mereka klaim itu lahannya kenapa baru sekarang diperkarakan, kan ini sangat aneh, terus kemana H. Maksum ketika kami melakukan Galian C pada 2010 itu,”

Karena sudah tidak bisa lagi melakukan Galian C, Supadi menceritakan, tanah tersebut kemudian diperjual belikan oleh pemiliknya.

“Tanah itu kemudian kami beli yang beli tepatnya pada 27 November 2023 dengan maksud dijual lagi dalam bentuk kaplingan,” beber Supadi.

Setelah membeli tanah tersebut, Supadi menuturkan, lahan tersebut kemudian digarap dengan mendatangkan beberapa unit alat berat untuk dilakukan perataan dan dijadikan kaplingan, pada November 2023.

 

“Itu tanah kan sudah saya kerjakan sejak akhir 2023 sampai Oktober 2024, kenapa waktu kami ratakan tanah itu untuk kaplingan H. Maksum tidak ada komplain dan mengklaim itu lahan miliknya,” tuturnya.

“Sekali lagi, kenapa begitu tahu tanah itu sudah dibeli perusahaan dan dilakukan pembangunan pada November 2024, H. Maksum baru meributkan tanah itu jadi selama ini dia kemana saja,’ tambah Supadi

“Inikan aneh dan lucu jadinya, setelah tahu ada perusahaan membeli dan membangun di tanah itu, H. Maksum itu baru muncul dan ribut sana-sini mengklaim itu lahan miliknya,” tambahnya lagi.

Merasa jadi korban kriminalisasi, intimidasi dan diteror

Supadi menilai, apa yang diklaim pihak H. Maksum dan keluarganya karena merasa jadi korban kriminalisasi, intimidasi dan teror tidaklah berdasar.

Justru sebaliknya, selama perkara ini berjalan, pihak H. Maksum dan pengacaranya yang melakukan tindakan kriminalisasi, dan intimidasi.

“Jadi selama ini H. Maksum dan pengacaranya itu yang melakukan tindakan kriminalisasi dengan melakukan pengerusakan bedeng tempat istirahat karyawan dan pagar perusahaan di lahan yang mereka klaim,” bebernya.

“Termaksud dari mereka melakukan intimidasi dengan cara mendatangkan massa dan menghentikan secara paksa aktivitas pembangunan di perusahaan itu,” tambah Supadi.

Selain itu, Supadi menegaskan, apa yang dialami H. Maksum murni karena kesalahan yang dilakukannya, bukan sebaliknya menjadi korban kriminalisasi.

“Jadi setelah kami laporkan, H. Maksum dan pengacaranya ikut melapor juga ke Polres Tarakan, tapi laporannya dihentikan karena pemeriksaan Puslabfor karena diduga alas haknya palsu,” tegasnya.

Sementara itu, terkait masalah teror yang dialami pihak keluarga H. Maksum mulai dari munculnya biawak, bangkai anjing dan lainnya, Supadi menyebutkan bisa saja akal-akalan pihak mereka.

“Logikanya buat apa kami harus repot-repot membawa biawak dan bangkai anjing ke rumah mereka, malah kini muncul isu liar kalau kami main dukun dan ilmu hitam,” sebutnya.

Dalam perkara ini, Supadi mengecam keras tindak pihak H. Maksum yang kerap membawa nama Tuhan dan agama, mengingat masalah ini merupakan murni kasus hukum sesuai bukti dan fakta yang ada.

“Saya ini juga umat beragama tapi tidak pernah membawa-bawa nama Tuhan, malah sebaliknya kami merasa Tuhan yang menolong kami dengan menunjukkan siapa yang benar dan salah,” ungkapnya.

Baik Supadi meminta, masyarakat luas dapat mencerna dengan baik permasalahan ini setelah mengetahui bukti-bukti dan fakta yang ada, bukan sebaliknya menggiring opini liar.

“Justru kalau kami mau kasar dan menuding, pihak H. Maksum-lah yang mafia tanah karena mau merampas hak orang lain yang tidak sesuai bukti kepemilikannya,” tegas Supadi

Tidak hanya itu, baik Supadi dan H. Nurdin berharap masyarakat tidak memandang kasus ini hanya dari satu sisi maupun siapa korban dan pelaporannya.

“Kita semua sama di mata Tuhan dan hukum, jangan karena dia orang tua dan seorang imam lantas langsung menggiring kasus ini ke arah yang lain, karena kami di sini hanya ingin mempertahankan hak kami,” harapnya.

“Jika memang dalam kasus ini kami yang dinyatakan bersalah, kami pun siap menanggung konsekuensi hukumnya,” pungkasnya. (*/Red/Dia/Ima)