MALINAU – Bupati Malinau Wempi W Mawa, S.E., M.M. menghadiri secara langsung upacara adat Dayak Tengalan yang digelar dengan penuh khidmat di lapangan Pandan Liu Burung, Rabu (15/10/2025).
Kegiatan ini, merupakan rangkaian Irau ke-11 dalam rangka memperingati HUT Kabupaten Malinau ke-26, dengan tema “Malinau Sang Pengendali Air” dan sub tema “Kaltara Terang, No Indonesian Gelap”.
Upacara yang menjadi salah satu warisan budaya suku Dayak Tengalan tersebut digelar sebagai bentuk rasa syukur kepada Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa) atas hasil panen yang melimpah, kesehatan, serta kedamaian hidup dalam komunitas masyarakat adat.
Prosesi dimulai dengan tarian penyambutan tamu kehormatan yang dibawakan oleh para penari muda Dayak Tengalan, diiringi tabuhan gong dan gendang tradisional.
Dalam kesempatan ini, Suku Dayak Tengalan juga menampilkan proses pembuatan ilui secara tradisional yang menjadi makanan khas Suku Dayak Tengalan, dimana berdasarkan cerita zaman dulu ilui tercipta karena kakak beradik yang hidup serba kekurangan dan ditinggal pergi kedua orangtuanya.
Dari cerita yang ada, kedua saudara tersebut dalam kondisi kelaparan, sang kakak kemudian mencari makan di hutan namun tidak membuahkan hasil.
Pada malam hari, ketika dua bersaudara tersebut tertidur, sang kakak mimpi didatangi seorang kakek dengan menawarkan tumbuhan yang dapat diolah menjadi makanan dengan syarat harus menumbalkan adenya.
Dengan keadaan terpaksa dan berlinang air mata, sang kakak kemudian mengorbankan adenya, dimana darah sang Ade dituai disebuah lahan hingga menjadi kebun singkong, yang kemudian diproses cukup panjang menjadi ilui.
Tidak hanya itu, Suku Dayak Tengalan juga menampilkan anyaman keranjang rotan terbesar yang diharapkan dapat memecah rekor MURI.
Dalam sambutannya, Bupati Wempi W Mawa mengungkapkan rasa bangga dan apresiasinya atas semangat masyarakat Dayak Tengalan dalam menjaga adat dan tradisi.
“Upacara seperti ini bukan hanya ritual, tetapi juga bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap alam serta leluhur. Saya sangat mengapresiasi masyarakat Dayak Tengalan yang tetap menjaga dan merawat budaya lokal sebagai bagian dari identitas Kabupaten Malinau,” ujar Bupati.
Lebih lanjut, Bupati Wempi menegaskan bahwa pemerintah daerah berkomitmen untuk terus mendukung kegiatan pelestarian adat dan budaya melalui, salah satunya melalui festival Irau ke-11.
“Budaya adalah kekuatan bangsa. Ketika kita melestarikan adat, kita sesungguhnya sedang membangun karakter masyarakat yang berakar pada nilai-nilai luhur,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Adat Dayak Tengalan Malinau, Kursani, menjelaskan bahwa upacara adat ini merupakan momen penting bagi masyarakat untuk mempererat hubungan sosial dan spiritual.
“Upacara ini menjadi wadah bagi kami untuk berkumpul, bersyukur, dan memohon berkah bagi seluruh warga. Setiap sesajen dan tarian memiliki makna simbolik tentang keseimbangan hidup antara manusia, alam, dan Sang Pencipta,” terangnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Malinau yang senantiasa hadir mendukung kegiatan adat masyarakat.
“Kami berterima kasih kepada Bupati yang telah hadir bersama kami. Ini bukti bahwa pemerintah benar-benar peduli terhadap kelestarian adat Dayak di Malinau,” ujarnya.
Kegiatan adat tersebut turut dihadiri oleh Forkopimda Kabupaten Malinau, tokoh masyarakat, dan perwakilan paguyuban dari berbagai suku yang hidup berdampingan di Bumi Intimung.
Diakhir kegiatan, suasana penuh keakraban mewarnai acara saat masyarakat dan para tamu undangan bersama-sama melakukan tarian semajau di tengah lapangan Pandan Liu Burung.
Melalui pelaksanaan upacara adat Dayak Tengalan ini, diharapkan semangat pelestarian budaya dan nilai kearifan lokal semakin mengakar di tengah masyarakat, serta menjadi daya tarik wisata budaya yang memperkaya keragaman Kabupaten Malinau. (*Red/Dia/Im)
